Berikut ini adalah alat-alat musik
dan bunyi-bunyian yang berasal dari daerah Nusa Tenggara Timur, alat-alat musik
ini memiliki ciri khas khusus dan bunyi yang sangat menarik
|
|
|

FOY DOA
|
Kabupaten Ngada Flores yang
beribukota Bajawa mempunyai banyak ragam kesenian daerah. antara lain musik
Foy Doa.
Seberapa lama usia musik Foy Doa tidaklah diketahui dengan pasti karena tidak
ada peninggalan- peninggalan yang dapat dipakai untuk mengukurnya. Foy Doa
berarti suling berganda yang terbuat dari buluh/bamabu keil yang bergandeng
dua atau lebih.
Mungkin musik ini biasanya digunakan oleh para muda-mudi dalam permainan
rakyat di malam hari dengan membentuk lingkaran.
Sistem penalaan, Nada-nada yang diproduksi oleh musik Foy Doa adalah
nada-nada tunggal dan nada-nada ganda atau dua suara, hak ini tergantung
selera si pemain musik Foy Doa.
Bentuk syair, umumnya syair-syair dari nyanyian musik Foy Doa bertemakan
kehidupan , sebagai contoh : Kami bhodha ngo kami bhodha ngongo ngangi
rupu-rupu, go-tuka ate wi me menge, yang artinya kami harus rajin bekerja
agar jangan kelaparan.
Cara Memainkan, Hembuskan angin dari mulut secara lembut ke lubang peniup,
sementara itu jari-jari tangan kanan dan kiri menutup lubang suara.
Perkembangan Musik Foy Doa, Awal mulanya musik Foy Doa dimainkan seara
sendiri, dan baru sekitar 1958 musisi di daerah setempat mulai memadukan
dengan alat-alat musik lainya seperti : Sowito, Thobo, Foy Pai, Laba Dera,
dan Laba Toka. Fungsi dari alat-alat musik tersebut di atas adalah sebagai
pengiring musik Foy Doa.
|
|
|
|

FOY PAY
|
Alat musik tiup dari bambu ini
dahulunya berfungsi untuk mengiringi lagu-lagu tandak seperti halnya musik
Foy Doa.
Dalam perkembangannya waditra ini selalu berpasangan dengan musik Foy Doa.
Nada-nada yang diproduksi oleh Foy Pai : do, re, mi, fa, sol.
|
|

KNOBE KHABETAS
|
Masyarakat Dawan peraya bahwa alat
musik Knobe Kbetas telah ada sejak nenek moyang mereka berumah di gua-gua.
Bentuk alat musik ini sama dengan busur panah. Cara memainkannya ialah, salah
satu bagian ujung busur ditempelkan di antara bibir atas dan bibir bawah, dan
kemudian udara dikeluarkan dari kerongkongan, sementara tali busur dipetik
dengan jari. Meripakan kebiasaaan masyarakat dawan di pedesaan apabila pergi
berook tanam atau mengembala hewan mereka selalu membawa alat-alat musik
seperti Leku, Heo, Knobe Kbetas, Knobe Oh, dan Feku. Sambil mengawasi kebun
atau mengawasi hewan-hewan, maka musik digunakan untuk melepas kesepian.
Selain digunakan untuk hiburan pribadi, alat musik ini digunakan juga untuk
upacara adat seperti, Napoitan Li'ana (anak umur 40), yaitu bayi yang baru
dilahirkan tidak diperkenankan untuk keluar rumah sebelum 40 hari. Untuk
menyonsong bayi tersebut keluar rumah setelah berumur 40 hari, maka diadakan
pesta adat (Napoitan Li'ana).
|
|
|
|

KNOBE OH
|
Nama alat musik yang terbuat dari
kilit bambu dengan ukuran panjang lebih kurang 12,5 cm. ditengah-tengahnya
sebagian dikerat menjadi belahan bambu yang memanjang (semacam lidah)
sedemikian halusnya, sehingga dapat berfungsi sebagai vibrator (penggetar).
Apabila pangkal ujungnya ditarik dengan untaian tali yang terkait erat pada
pangkalujung terseut maka timbul bunyi melalui proses rongga mulut yang
berfungsi sebagai resonator.
|
|
|
|
NUREN
|
Alat musik ini terdapat di Solor
Barat. Orang Talibura di Sikka Timur menyebut alat musik ini dengan nama
Sason, apabula disebut seara puitis menjadi Sason Nuren. Secara etimologi
Sason berarti jantan, dan Nuren berarti perempuan. Sason Nuren merupakan dua
buha suling yang dimainkan oleh seorang sendirian, merupakan sebutan keramat,
sakral, kesayangan, alat hiburan. Menurut cerita tua, seorang tokoh
legendaris Solor Barat konon berkepala dua sekaligus memiliki rmulut dua.
Orang Solor Barat menyebutnya dengan nama Edoreo sedangkan di bagian tengah
Solor Barat menyebutnya dengan nama Labaama Kaha. Konon menurut erita ia
pernah hidup 3-4 abad yang lalu. Konon menurut erita pula ia mampu meminkan
Sason Nuren sekaligus, sehingga apabila sedang maminkan lat musik ini orang
mengira ada dua pribadi yang sedang memainkan Sason Nuren. Menurut keperayaan
penduduk setempat Sason Nuren merupakan suara para peri (nitun).
|
|
|
|
SUNDING
TONGKENG
|
Nama alat musik tiup ini
berhubungan dengan bentuk serta ara memainkannya, yaitu seruas bambu atau
buluh yang panjangnya kira-kira 30 cm. Buku salah satu ujung jari dari ruas
bambu dibiarkan. Lubang suara berjumlah 6 buah dan bmbu berbuku. Sebagian
lubang peniutp dililitkan searik daun tala. Cara memainkan alat musik ini
seperti memainkan flute. Karena posisi meniup yang tegak itu orang Manggarai
menyebutnya Tongkeng, sedangkan sunding adalah suling., sehingga alat musik
ini disebut dengan nama Sunding Tongkeng. Alat musik ini bisanya digunakan
pada waktu malam hari sewaktu menjaga babi hutan di kebun. Memainkan alat
musik ini tidak ada pantsngan, keuali lagu memanggil roh halus yaitu Ratu
Dita
|
|
|
|

PRERE
|
Alat bunyi-bunyian dari Manggarai
ini terbuat dari seruas bambu keil sekeil pensil yang panjangnya kira-kira 15
cm. Buku ruas bagian bawah dibiarkan tertutup, tetapi bagian atasnya dipotong
untuk tempat meniup. Buku ruaw bagian bawah dibelah untuk menyaluirkan udara
tiupan mulut dari tabung bambu bagian atas, sekaligus bagian belahan bambu
itu untuk melilit daun pandan sehingga menyerupai orong terompet yang
berfungsi memperbesar suaranya. Alat musik ini selain digunakan untuk hiburan
pribadi, juga digunakan untuk mengiringi musik gong gendang pada permainan
penak silat rakyat setempat. Nada-nada yang dihasilkan adalah do dan re,
sehingga nama alat ini disebut Prere.
|
|
|

SULING
|
Umumnya seluruh kabupaten yang ada
di NTT memiliki instrumen suling bambu, seperti di Sumba terdapat suling
hidung. Namanya demikian karena suling ini ditiup dari hidung. Kalau di
Kabupaten Belu terdapat orkes suling dengan jumlah pemain ( 40 orang. Orkes
suling ini terdiri dari suling pembawa melodi (suling keil), dan suling
pengiring yang berbentuk silinder yaitu, suling alto, tenor, dan bass. Suling
pengiring ini terdiri dari 2 bambu yang berbentuk silinder yaitu, bambu
peniup berukuran keil dan bambu pengatur nada berbentuk besar.
Suling melodi bernada 1 oktaf lebih, suling pengiring bernada 2 oktaf. Dengan
demikian untuk meniptakan harmoni atau akord, maka suling alto bernada mi,
tenor bernada sol, dan bass bernada do, atau suling alto bernada sol, tenor
mi,dan dan bass bernada do.
Cara memainkan : suling sopran atau pembawa melodi seperti memainkan suling
pada umumnya, dan suling pengiring sementar bambu peniup dibunyikan, maka
bambu pengatur nada digerakkan turun dan naik, yaitu sesuai dengan nada yang
dipilih. Keualui pada sulign bass, bambu peniup yang digerakkan turun dan
naik.
Fungsi alat musik suling ini untuk menyambut tamu atau untuk memeriahkan
hari-hari nasional.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
GAMBUS
|
Alat musik diperkirakan masuk ke
Flores Timur sejak masuknya agama Islam sekitar abad 15. Alat musik ini
terbuat dari kayu, kulit hewan, senar, dan paku halus. Alat musik petik ini
merupakan instrumen berdawai ganda yaitu, setiap nada berdawai dua/double
snar. Dawai pertama bernada do, dawai kedua bernada sol. Dan dawai ketiga
bernada re, atau dawai pertama bernada sol, dawai kedua bernada re, dan dawai
ketiga bernada la. Fungsi alat musik ini untuk mengiringi lagu-lagu padang
pasir.
|
|
|
|

HEO
|
Alat gesek (heo) terbuat dari kayu
dan penggeseknya terbuat dari ekor kuda yang dirangkai menjadi satu ikatan
yang diikat pada kayu penggesek yang berbentuk seperti busur (dalam istilah
masyarakat Dawan ini terbuat dari usus kuskus yang telah dikeringkan). Alat
ini mempunyai 4 dawai, dan masing-masing bernama :
- dawai 1 (paling bawah) Tain Mone, artinya tali laki-laki
- dawai 2 Tain Ana, artinya tali ana
- dawai 3 Tain Feto, artinya tali perempuan
- dawai 4 Tain Enf, artinya tali induk
Tali 1 bernada sol, tali 2 bernada re, tali tiga bernada la dan tali 4
bernada do.
|
|
|
|

LEKO BOKO/ BIJOL
|
Alat musik petik ini terbuat dari
labu hutan (wadah resonansi), kayu (bagian untuk merentangkn dawai), dan usus
kuskus sebagai dawainya. Jumlah dawai sama dengan Heo yaitu 4, serta nama
dawainya pun seperti yang ada pada Heo. Fungsi Leko dalam masyarakat Dawan
untuk hiburan pribadi dan juga untuk pesta adat. Alat musik ini selalu
berpasangan dengan heo dalam suatu pertunjukan, sehingga dimana ada heo,
disitu ada Leko. Dalam penggabungan ini Lelo berperan sebagai pembei harmoni,
sedangkan Heo berperan sebagi pembawa melodi atau kadang-kadang sebagai
pengisi (Filter) Nyanyian-nyayian pada msyarkat Dawan umumnya berupa
improvisasi dengan menuturkan tentang kejadian-kejadi an tang telah terjadi
pda masa lampau maupun kejadian yang sedang terjadi (aktual).Dalam nyanyian
ini sering disisipi dengan Koa (semaam musik rap). Koa ada dua macam yaitu,
Koa bersyair dan Koa tak bersyair.
|
|
|
|

SOWITO
|
Alat musik pukul dari bambu dari
Kabupaten Ngada. Seruas bambu yang dicungkil kulitnya berukuran 2 cm yang
kemudian diganjal dengan batangan kayu kecil. Cungkilan kulit bambu ini
berfungsi sebagai dawai. Cara memainkan dipukul dengan sebatang kayu sebesar
jari tangan yang panjangnya kurang dari 30 cm. Sertiap ruas bambu menghasilkn
satu nada. Untuk keperluan penggiringan, alat musik ini dibuat beberapa buah
sesuai kebutuhan.
|
|
|
|
REBA
|
Alat musik ini berdawai tunggal
ini, terbuat dari tempurung kelapa/labu hutan sebagai wadah resonansi yang
ditutupi dengan kulit kambing yang ditengahnya telah dilubangi. Dawainya
terbuat dari benang tenun asli yang telah digosok dengan lilin lebah.
Penggeseknya terbuat dari sebilah bambu yang telah diikat dengan benang tenun
yang juga telah digosok dengan lilin lebah.
Dalam pengembangannya alat ini dari jenis gesek menjadi alat musik petik,
yang juga berdawai satu dimodifikasikan menjadi 12 dawai, serta dawainya pun
diganti dengan senar plastik. Reba tiruan ini berfungsi untuk mengiringi
lagu-lagu daerah populer.
|
|
|
|

MENDUT
|
Alat musik petik/pukul dari bambu
ini berasal dari Manggarai. Seruas bambu betung yang 1,5 tahun yang
panjangnya kira-kira 40 m. Kedua ujung bambu dibiarkan, namun salah satunya
dilubangi.
Cara pembuatannya, di tengah bambu dilubangi persegi empat dengan ukuran 5 x
4 m. Disamping kiri kanan lubang masing-masing dicungkil satu kulit bambu
yang kemudian diganjal dengn batangan kayu hingga berfungsi sebagai dawai.
Cara memainkan alat musik ini adalah dengan dipetik atau dipukul-pukul dengan
kayu kecil.
|
|
|
|

KETADU MARA
|
Alat musik petik dua dawai yang
biasa digunakan untuk menghibur diri dan juga sebagai sarana menggoda hati
wanita. Alat musik ini dipercayai pula dapat mengajak cecak bernyanyi dan
juga suaranya disenangi makluk halus.
|
|
|
|
|
Fungsi musik sasando gong dalam
masyarakat pemiliknya sebagi alat musik pengiring tari, menghibur keluarga
yang sedang berduka, menghibur keluarga yang sedang mengadakan pesta, dan
sebagai hiburan pribadi. Sasando gong yang pentatonis ini mempunyai banyak
ragam cara memainkannya, antara lain : Teo renda, Ofalangga, Feto boi, Batu
matia, Basili, Lendo Ndao, Hela, Kaka musu, Tai Benu, Ronggeng, Dae muris,
Te'o tonak.
Ragam-ragam tersebut sudah merupakan ragam yang baku, namun dengan sedikit
perbedaan ini dikarenakan :
(a). Rote terdiri dalam 18 Nusak adat dan terbagi dalam 6 keamatan. Dengan
sendirinya setiap nusak mempunyai gaya permainan yang berbeda-beda. (b).
Perbedaan-perbendaan ini dipengaruhi oleh kemampuan musikalis dari
masing-masing pemain sasando gong. (c). Belum adanya sistem notasi musik
sasando gong yang baku.
Perkembangan Sansando
Sasando pada mulanya menggunakan tangga nada pentatonis. Diperkirakan akhir
abad ke-18 sansando mengalami perkembangan sesuai tuntutn zaman, yaitu
menggunakan tangga nada diatonis. Sasando diatonis khusunya berkembang di
Kabupaten Kupang.
Jumlah dawai yang digunakan oleh sasando diatonis bervariasi yaitu, 24 dawai,
28 dawai, 30 dawai, 32 dawai, dan 34 dawai. Kemudian dalam perkembangan
selanjutnya yaitu kira-kira 1960 untuk pertam kalinya sasando menggunakan
listrik. Ide ini datang dari seorang yang bernama Bapak edu Pah, yaitu salah
seorang pakar pemain sasando di Nusa Tenggara Timur.
|